Apa Itu Penyusutan Fiskal? Ini Penjelasannya

Dalam laporan keuangan perusahaan, sangat memungkinkan terjadi masalah depresiasi atau penyusutan keuangan. Sebelum melaporkan SPT tahunan perusahaan, tentunya Anda harus memahami cara menghitung contoh biaya penyusutan fiskal.

Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) Indonesia menetapkan bahwa mekanisme penyusutan dapat digunakan untuk mengurangi pengeluaran aset berwujud dengan masa kerja lebih dari satu tahun dari total pendapatan. Selain itu, Pasal 11 UU Pajak Penghasilan mengatur mekanisme penyusutan aset berwujud.

“Undang-undang Pajak Penghasilan” mengatur dua metode penyusutan untuk aset berwujud, Meliputi Metode garis lurus sesuai dengan Pasal 11 (1) dan Metode saldo menurun menurut Pasal 11 (2). Dalam pengertian, aset berwujud dalam bentuk bangunan hanya dapat disusutkan dengan menggunakan metode garis lurus.

Aset berwujud selain bangunan juga dapat disusutkan dengan menggunakan metode garis lurus atau saldo menurun. Lantas yang menjadi pertanyaan besar adalag “Bagaimana perhitungan biaya depresiasi atau penyusutan keuangan dalam hal ini?” Untuk membantu Anda dalam menghitung penyusutan keuangan ini, berikut kami ulas informasinya.

Tentang Depresiasi Fiskal

Pasal 11 UU Pajak Penghasilan mengatur depresiasi keuangan. Depresiasi keuangan dimulai dari bulan di mana aset berwujud dihabiskan atau diperoleh. Hal ini diatur dalam Pasal 11 ayat (3) UU Pajak Penghasilan. Meskipun aset berwujud masih dalam proses, penyusutan hanya akan dimulai setelah pengerjaan aset berwujud tersebut selesai.

Namun, Pasal 11 ayat (4) UU Pajak Penghasilan menjelaskan bahwa ketika aset berwujud digunakan untuk memperoleh, mengumpulkan dan memelihara penghasilan, para wajib pajak (WP) bebas melakukan penyusutan. Bisa juga merupakan bulan aset mulai diproduksi (yaitu bulan dimulainya produksi), selama disetujui oleh DJP.

Umumnya, setiap perusahaan memiliki versi keputusan kebijakannya sendiri untuk menentukan masa manfaat dari aset berwujud yang diperolehnya. Masa kerja yang ditentukan mungkin berbeda dengan masa kerja yang ditentukan dalam Pasal 11 ayat (6) UU Pajak Penghasilan.

Berdasarkan hal tersebut, perhitungan depresiasi aset berwujud memerlukan verifikasi keuangan terlebih dahulu. Sebab dengan cara ini, Anda bisa mendapatkan depresiasi aset berwujud.

Kelompok Aset dalam Contoh Depresiasi Keuangan

Berikut di bawah ini kelompok aset dalam contoh depresiasi keuangan, antara lain sebagai berikut.

  • Pasal 11 (11) UU Pajak Penghasilan mengatur bahwa aset berwujud non-konstruksi diklasifikasikan menurut umur manfaatnya. Kemudian, aturan tersebut disahkan oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor.96/PMK.03/2009, tentang jenis aset yang termasuk dalam aset berwujud nonbangunan yang digunakan untuk penyusutan.
  • Jenis aset berwujud bukan bangunan pada Grup 1 sampai dengan 4 ditetapkan dalam PMK Annex I-Annex IV.
  • Tingkat depresiasi atau penyusutan fiskal. Penghitungan penyusutan harta berwujud harus mengacu pada masa kerja dan tarif penyusutan yang diatur dalam Pasal 11 ayat (6) UU Pajak Penghasilan.

Inti dalam Pengaturan Penyusutan Fiskal

Berikut di bawah ini inti dalam pengaturan penyusutan fiskal, antara lain sebagai berikut.

  • Penyusutan dimulai dari bulan saat aset tersebut dibelanjakan, kecuali aset yang masih digunakan, dari bulan saat aset tersebut diselesaikan.
  • Amortisasi dimulai pada bulan pengeluaran.
  • Ketika masa manfaat depresiasi dan amortisasi berakhir, semuanya berakhir.
  • Jika aset dipindahkan atau ditarik, total nilai buku aset dicatat sebagai kerugian (depresiasi langsung).
  • Jika dijual, harga jual dicatat sebagai pendapatan lain-lain. Begitu pula jika Anda perlu mengganti asuransi.
  • Jika disetujui oleh biro pajak, catatan kerugian dapat disesuaikan dengan periode penggantian asuransi.
  • Umur manfaat aset tetap sesuai dengan kelompok aset tetap yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
  • Hanya ada dua metode penyusutan, yaitu metode garis lurus (metode garis lurus) dan saldo menurun (metode saldo menurun ganda).
  • Bangunan hanya dapat menggunakan metode garis lurus.

Tarif Penyusutan Fiskal

Adapun tarif penyusutan dan amortisasi ditentukan sebagai berikut:

1). Pengelompokan aset berwujud bukan bangunan

Untuk menghitung depresiasi keuangan, setiap aset tetap harus diklasifikasikan. Menteri Keuangan telah mengatur subkelompok ini dan mengaturnya sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009. Terdapat koreksi positif terhadap depresiasi, sebab biasanya wajib pajak tidak fokus pada kelompok aset sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan.

2). Pengelompokan aset tidak berwujud

Aset takberwujud yang dapat Dikelompokkan sebagai berikut:

  • Hak Guna Usaha (HGU)
  • Hak Guna Bangunan (HGB)
  • Hak pakai
  • Muhibah atau Goodwil
  • Menurut “Undang-Undang Prinsip Pertanian”

Demikian ulasan kami mengenai penyusutan fiskal yang mebahas mulai dari pengertian, kelompok asset tang termasuk didalamnya, tariff hingga inti dari materi ini. Semoga ulasan kami membantu Anda lebih memahami penyusutan fiskal! Terimakasih sudah singgah.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *