Apa Itu Pajak Pertambahan Nilai? Ini Penjelasannya

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak atas konsumsi barang kena pajak atau jasa kena pajak di daerah pabean (wilayah Indonesia). Pada dasarnya, semua barang dan jasa termasuk barang kena pajak atau jasa kena pajak, kecuali undang-undang pajak pertambahan nilai mengatur lain. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sendiri berlaku untuk semua wajib pajak, baik itu perorangan, perusahaan atau pemerintah.

PPN dikenakan dan disetorkan oleh pengusaha atau perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pihak yang menanggung pajak adalah konsumen akhir. Misalnya pada barang di supermarket, pajak pertambahan nilai akan dicantumkan di detail pembayaran dengan rasionya sendiri 10%.

Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

Pajak Pertambahan Nilai atau biasa opposed dengan Objek PPN adalah sebagai berikut:

  • Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
  • Impor Barang Kena Pajak.
  • Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
  • Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
  • Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

Setelah mengetahui objek dari pajak pertambahan nilai, hal selanjutnya yang harus kita pahami adalah tarifnya. Tarif PPN sendiri didasarkan pada ketentuan Undang-Undang No.42 tahun 2009 pasal 7, yaitu:

  • Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah 10% (sepuluh persen).
  • Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
    a. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
    b. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
    c. Ekspor Jasa Kena Pajak
  • Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi sebesar 15% (lima belas persen) sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Pengusaha Kena Pajak Sebagai Pihak yang Menyetor dan Melaporkan PPN

Pengusaha Kena Pajak (PKP) merupakan pihak yang wajib menyetor dan mengumpulkan PPN. Hal ini dipungut setiap tanggal pada akhir bulan sebagau batas akhir waktu penyetoran dan pelaporan PPN oleh PKP.

Sesuai dengan ketentuan PMK No.197 / PMK.03 / 2013, Suatu perusahaan atau seorang pengusaha ditetapkan sebagai PKP bila transaksi penjualannya melampaui jumlah Rp 4,8 miliar dalam setahun.

Jika Pengusaha Tidak Dapat Mencapai transaksi dengan jumlah Rp 4,8 miliar tersebut, maka pengusaha dapat langsung mencabut permohonan pengukuhan sebagai PKP.

Pajak Keluaran dan Pajak Masukan

Dengan catatan penting bahwa pajak keluaran ialah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya. Sedangkan, pajak masukan ialah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh maupun membuat produknya.

Contoh Barang dan Jasa Lainnya yang Terkena PPN

Contoh barang dan jasa lainnya yang terkena PPN antara lain adalah hasil tambang atau pengeboran yang diperoleh langsung dari sumbernya. Termasuk pula makanan dan minuman yang disediakan oleh restoran, kebutuhan pokok masyarakat, uang, emas dan surat berharga. Oleh karena itu, jika perusahaan memproduksi barang tersebut, maka harus memungut pajak pertambahan nilai yang menjadi tanggungan konsumen.

PPN yang dikenakan pada transaksi jual beli properti

Jika Anda membel sebuah property secara mandiri, tentu yang ada dalam benak Anda adalah PPN atas transaksi jual beli tersebut. Namun, jika Anda membeli properti dari developer, pajak sudah termasuk di dalam harga penjualan property. Artinya pajak telah dibayarkan oleh developer dari properti tersebut.

Tarif PPN dikenakan pada satu kali transaksi, yaitu sebesar 10% dari nilai transaksi. Nilai transaksi yang dimaksud termasuk di dalamnya jenis, nilai, luas dan lokasi property. Dengan pembayaran pajak dapat dilakukan secara perorangan maupun langsung dari developernya.

Penyetoran PPN selambat-lambatnya 15 bulan berikutnya setelah terjadinya transaksi. Serta pelaporannya selambat-lambatnya 20 bulan berikutnya setelah transaksi di kantor pajak setempat. Hal tersebut juga berlaku bagi developer properti saat menunaikan kewajiban pajaknya.

PPN bangunan yang tergolong mewah

Pertama, Jika Anda melakukan kegiatan membangun sendiri maka sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 320 / KMK.03 / 2002 akan dikenakan PPN apabila:

  • Membangun sendiri tersebut dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan. Dimana hasilnya akan digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain.
  • Bangunan yang dibangun sendiri diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat usaha. Bangunan untuk tempat tinggal adalah bangunan atau konstruksi yang semata-mata diperuntukkan bagi tempat tinggal (tidak termasuk fasilitas olah raga atau fasilitas lain). Bangunan untuk tempas usaha adalah keseluruhan bangunan atau konstruksi yang diperuntukkan bagi tempat usaha termasuk seluruh fasilitas yang ada;

Kedua, PPN yang dikenakan untuk bangunan yang tergolong mewah, seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, dan town house. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103 / PMK.03 / 2009 tarif yang dikenakan adalah sebesar 20% untuk:

  • Title of Rumah dan town house dari jenis non strata, termasuk rumah kantor atau rumah toko yang luas bangunannya 350m2 atau lebih.
  • Housing, residential areas, townhouses, residential buildings, Dennis Dennis class title is dengan luas bangunan 150m2.

Hal yang harus diingat bahwa pajak terutang terhitung jika bangunan tersebut sudah resmi dialihkan atau dijual kepada pihak lain.

Demikian ulasan kami mengenai Pajak Pertambahan Nilai, lengkap dengan contoh dan tarifnya. Semoga ulasan kami membantu Anda, khususnya untuk lebih memahami PPN dan tertib melakukan pembayaran pajak.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *