Pajak Penghasilan yang biasa adalah pajak penghasilan yang dikenakan kepada orang perseorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Dasar hukum pajak penghasilan adalah UU No. 7 (UU) tahun 1983.
Sejak saat itu, terjadi perubahan berturut-turut. Dimulai dengan UU No. 7 dan 1991, UU No. 10 dan 1994, UU No. 17 dan 2000, dan terakhir UU No. 32. 36 tahun dan 2008. Adapun beberapa pasal terkait pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
1). Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21)
PPh 21 adalah pajak atas gaji, upah, gratifikasi, tunjangan dan pembayaran lain yang dikenakan kepada pekerja. Biasanya PPh 21 dibayarkan oleh perusahaan dengan memotong langsung penghasilan karyawan. Perusahaan juga bertanggung jawab untuk memberikan bukti pemotongan pajak penghasilan kepada karyawannya.
2). Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22)
PPh 22 berlaku untuk perusahaan milik pemerintah atau swasta tertentu yang melakukan ekspor, impor atau re-impor untuk menjual barang mewah. PPh 22 sendiri jauh lebih rumit dibanding pajak penghasilan lainnya, karena hanya berlaku untuk perdagangan komoditas yang dianggap menguntungkan baik bagi pembeli maupun penjual. Sehingga pajak ini akan dipungut pada saat pembelian.
Ketentuan yang berlaku untuk PPh 22 impor dan ekspor komoditas tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34 Tahun 2017. Besarannya pun berkisar dari yang tertinggi 10% sampai yang terendah 0,5%.
3). Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23)
Pendapatan yang diperoleh dari modal, pemberian layanan atau hadiah dan insentif dipotong oleh pemungut pajak 23 dari wajib pajak, kecuali pendapatan yang dipotong dari pajak pendapatan 21. Biasanya, PPh 23 dibebankan pada saat transaksi dilakukan antara dua pihak.
Contoh penghasilan kena pajak penghasilan 23 mencakup dividen (bagi hasil) yang berkaitan dengan penggunaan aset, royalti, bunga, hadiah, sewa dan penghasilan lainnya. Juga kompensasi yang berkaitan dengan jasa teknis, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultasi, dan pengecualian. Jasa selain jasa telah dipotong dari pajak pendapatan 21.
4). Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh 25)
Pajak pendapatan 25 mengacu pada jumlah pajak pendapatan yang harus dibayar pada pengembalian pajak pendapatan tahunan untuk pemotongan pajak yang dipotong dan jumlah pajak pendapatan yang dibayar atau terutang yang telah dimasukkan di negara asing serta pajak yang harus dibagi.
Artinya, penghitungan PPh 24 dilakukan setahun sekali dan dirangkum dalam bentuk SPT tahunan. Bagi sebuah perusahaan, pendapatan hanya dapat diperoleh setelah laporan keuangan dilaporkan pada laporan akhir tahun.
5). Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh 26)
Pajak penghasilan 26 dipungut untuk membayar gaji, bunga, dividen, royalty dan sederet lainnya kepada wajib pajak asing. Peraturan di Indonesia menyatakan bahwa pajak yang dipotong dari wajib pajak luar negeri adalah 20%, tetapi jika Anda ikut serta dalam menghindari pajak berganda,tarif pajak dapat berubah.
6). Pajak Penghasilan Pasal 29 (PPh 29)
Pajak penghasilan 29 adalah kurang bayar pajak penghasilan yang tercantum dalam SPT tahunan, yaitu pajak penghasilan yang terhutang pada tahun pajak yang bersangkutan dikurangi kredit PPh.
Di Indonesia, pajak penghasilan awalnya diberlakukan bagi perusahaan perkebunan yang didirikan di Indonesia. Pajak ini disebut pajak perusahaan (PPs) dalam artian pajak yang dikenakan atas laba perusahaan dan diterapkan pada tahun 1925.
Setelah memungut pajak ini hanya pada perusahaan yang didirikan di Indonesia, maka secara bertahap akan diberlakukan pajak yang dikenakan oleh individu atau karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut.
Misalnya, apa yang disebut "Peraturan Pajak Pendapatan" diundangkan pada tahun 1932. Peraturan pajak penghasilan berlaku untuk orang Indonesia dan mereka yang bukan penduduk Indonesia tetapi memiliki penghasilan di Indonesia.
Setelah itu, Undang-Undang Pajak Penggajian diundangkan pada tahun 1935, yang mewajibkan pengusaha untuk memotong gaji atau gaji dari karyawan untuk membayar pajak atas gaji atau gaji yang diterima.
Dari pemaparan diatas, tentu akan timbul banyak pertanyaan terkait pajak penghasilan. Meliputi: siapa objek pajak penghasilan? Siapa yang bukan termasuk objek pajak penghasilan? Untuk membantu Anda lebih memahami pajak penghasilan, berikut kami ulas untuk Anda!
Objek Pajak Penghasilan
Menurut “Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008”, objek pajak adalah sebagai berikut:
- Wajib Pajak orang pribadi, yaitu orang pribadi yang berdomisili di Indonesia. Termasuk dalamnya orang yang telah berdomisili di Indonesia lebih dari 183 hari dalam waktu 12 bulan, atau orang yang berada di Indonesia pada tahun pajak dan bermaksud untuk bertempat tinggal di Indonesia.
- Objek pajak warisan yang belum terbagi, yaitu harta orang yang sudah meninggal dunia tetapi belum dibagi tetapi sudah mendapat penghasilan akan dikenakan pajak.
- Subjek pajak badan, yaitu badan yang didirikan atau terdaftar di Indonesia. Dalam hal ini kecuali instansi pemerintah tertentu yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a). Komposisinya berdasarkan ketentuan hukum.
b). Dana berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
c). Pendapatannya dimasukkan ke dalam anggaran pemerintah pusat atau daerah.
d). Buku-buku tersebut diperiksa oleh badan pengawas fungsional nasional.
e). Bentuk usaha tetap (BUT) mengacu pada formulir bisnis yang digunakan oleh individu yang tidak tinggal di Indonesia atau telah tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam waktu 12 bulan. Termasuk pula entitas yang belum didirikan dan menetap di Indonesia untuk menjalankan aktivitas di Indonesia.
Standar Bukan Pajak (yang tidak terkena pajak penghasilan)
Setelah mengetahui siapa yang menjadi subjek pajak penghasilan, kita juga perlu mengetahui siapa saja yang termasuk dalam standar bukan pajak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, berikut adalah Wajib Pajak:
- Kantor Perwakilan Asing
- Perwakilan diplomatik asing dan pejabat konsulat atau pejabat lainnya. Serta orang yang diperbantukan kepada orang yang bekerja atau tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan perlakuan yang sama.
- Organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia. Dengan peryaratan, Indonesia bergabung dengan organisasi tersebut dan tidak boleh melakukan kegiatan komersial di Indonesia. Contohnya seperti WTO, FAO, UNICEF.
- Pejabat yang mewakili organisasi internasional yang ditentukan dalam Keputusan Menteri Keuangan, dengan ketentuan bukan warga negara Indonesia dan tidak menerima penghasilan dari Indonesia.
Demikian informasi mengenai Pajak Penghasilan, yang mengulas mengenai pengertian, objek serta yang bukan termasuk standar pajak penghasilan. Semoga dengan ulasan kami, Anda dapat mengetahui lebih jelas apa saja kewajiban dan hak Anda sebagai wajib pajak. Terimakasih sudah singgah dan semoga hari Anda menyenangkan.